Selasa, 27 Desember 2016

Belajar dari Down Syndrome

Belajar dari Down Syndrome

- Farida Inaya Rahman -
*Salah satu pengajar di LBK Sahabat Bahasa


Bersekolah di Sekolah Dasar yang berdekatan dengan SLB membuat saya selalu melihat mereka yang istimewa dengan penuh keheranan. How they communicate, how it feels to be special and ‘different’ and how they see this world. Tidak pernah ada kata kasihan, hanya heran. 

Sampai akhirnya saat SD, saya ingat sekali saya pernah bicara “Aku nanti kalo besar mau jadi guru SLB aah”. Sampai sekarang saya masih ragu, apakah itu benar sebuah ‘keinginan’ angin-anginan anak SD atau memang saya ingin mengenal mereka lebih dalam. Sampai akhirnya saya lulus kuliah, tidak pernah ada media bagi saya untuk bertemu dan mengenal mereka yang istimewa ini.

Mempunyai keinginan jadi seorang tenaga pengajar dengan alasan ingin ilmu saya lebih bermanfaat, membuat saya ngotot tidak mau bekerja kantoran. Saya menemukan lembaga privat yang mencari pengajar Bahasa Inggris. Dan tempat ini yang mempertemukan saya dengan mereka yang istimewa. 

Dari sekian banyak les-lesan di Malang, belum pernah saya menemukan lembaga yang concern terhadap mereka yang berkebutuhan khusus. Baru ini, dan saya tertarik walaupun ragu. ‘Mbak, ada orang tua anak Down Syndrome yang memakai jasa kami untuk mengajar anaknya yang istimewa. Mbak Farida bersedia?” DEG! Down syndrome? Ketika kita hanya memiliki 46 kromosom di tubuh kita, ‘mereka’ memiliki 47. Mereka ISTIMEWA. I’m totally excited for this offer, but I never done this thing before. Can I handle her? How can I communicate with her? How How Hooooww dan akhirnya saya nekat bilang, “YA! SAYA MAU!” tanpa bilang orang tua terlebih dahulu. 

Saya pulang kerumah, buka laptop dan mencari informasi apapun tentang Down Syndrome. Jurnal, video, saya buka semua muanya BECAUSE THIS WAS THE VERY FIRST TIME! Gimana kalo ini? Kalo anu? Kalo ahhh semuanya muter di kepala, until the day was coming. Saya tiba di depan rumahnya, ternyata anak manis ini sudah menunggu di depan teras. Mungkin dia juga senang karena setelah sekian lama, dia kedatangan seorang ‘tamu’.
I call her Kakak. Saya mencoba semanis mungkin karena mereka ini sungguh sangat sensitif. Kakak lagi asyik bemain smartphonenya, dan memamerkan kalau dia bisa mengetik huruf acak tanpa makna, tapi menurut dia itu sudah cukup membuatnya bahagia. Saya duduk di sebelahnya, mencoba untuk lebih dekat. “Kakak main apa?” sambil melihat ke arah smartphone miliknya. Seketika dengan bahasa yang saya tidak mengerti, dia berteriak, marah. Yang saya tangkap, dia mau melaporkan saya ke polisi karena menganggap saya ingin merebut smartphonenya. Ahhhhhh that was my very first experience and I just want to run and go home!!


Mamanya mencoba menenangkan. Sampai akhirnya dia menunjukkan ke saya laptop kesayangannya. Hobinya adalah mengetik huruf sembarangan, mem-block seluruh tulisannya, menghapusnya, mengetik lagi dan seterusnya. Mamanya bilang Kakak sangat suka dengan kucing. Bermodalkan Mifi baru, saya membuka Youtube sampai akhirnya saya tahu apa kesukaannya. Film Kartun Teletubbies dan Upin Ipin.


Seharian saya menemaninya menonton, bisa dibilang ini cara saya pendekatan dengan Kakak. Satu setengah jam lewat, sudah waktunya saya pulang. Saya ingat tadi saya disuguhi secangkir teh, sekalian saja saya habiskan sebelum pulang. Tiba-tiba Kakak menunjuk cangkir saya yang bersisa hanya mungkin tiga tetes teh. “Mbaak, mimik”. Dengan sabar saya bilang “yaah kak, sudah habis”. Dia tetap menunjuk cangkir saya sambil bilang “Mimik, mimik”.


Tiba-tiba Ibunya bilang “Kakak biasa menghabiskan minuman orang yang dia sayangi mbak” sambil tersenyum. Saya tertegun. Hari pertama dan saya paham sekarang, dia sangat istimewa. Menunjukkan rasa sayangnya dengan cara dia sendiri, tapi sungguh sangat sangat membuat saya aah I just can’t explain. Menjadi pengajar mereka selain butuh pengetahuan lebih tentang Down Syndrome, juga harus menggunakan ketulusan. Kakak membuat saya belajar banyak tentang kesabaran, ketulusan dan kejujuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar