Sabtu, 09 April 2016

Pendidikan Inklusi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur



PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR

            Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk sekitar 245.462.952 jiwa (Statistik penduduk Indonesia oleh BPS pada tahun 2012), menempatkannya sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dari jumlah tersebut, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 2012, 2,45% (atau kurang lebih 5.915.597 jiwa) dari jumlah penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Meskipun terdapat fakta seperti itu, di Indonesia, masih banyak kita jumpai sikap diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas, baik dari aspek sosial, infrastruktur, hukum, tenaga kerja, dan berbagai aspek lainnya walaupun Indonesia telah meratifikasi dan menandatangani Konvensi Tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) pada tangal 30 Maret 2007 di New York, Amerika Serikat. Pada tahun 1986, diterbikan Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat yang mengawali implementasi pendidikan inklusi pada sektor pendidikan bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Namun nyatanya, para penyandang disabilitas masih sulit mendapatkan akses pendidikan yang layak, sampai saat ini.

Dahulu istilah cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang sering kali digunakan untuk menyebut orang dengan fisik atau mental yang berbeda, namun dengan seiring berjalannya waktu, kata-kata tersebut kini lebih diperhalus menjadi difabel atau ABK. Difabel merupakan kependekan dari difference ability, yang dapat diartikan sebagai orang yang memiliki kebutuhan berbeda dari orang pada umumnya. Selain kata difabel biasanya masyarakat sering menyebut ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang merupakan terjemahan dari child with special needs. Jika kita membicarakan mengenai disabilitas maka ada banyak variasi dan derajat kelainan yang secara garis besar dibagi menjadi tiga kategori yakni disabilitas fisik, mental-intelektual dan mental-emosional. Contoh disabilitas fisik seperti, tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Disabilitas mental-intelektual diantaranya tunagrahita, retardaksi, ADHD, down syndrome dll. Sedangkan disabilitas mental-emosional meliputi autism, gifted, PDD-NOS, Asperger syndrome (AS), tunalaras dll.

www.banyuwangikab.go.id

Para penyandang disabilitas seringkali dianggap rendah, hal itulah yang kemudian menimbulkan adanya diskriminasi yang terjadi di kalangan disabilitas. Diskriminasi yang terjadi meliputi, celaan, pengucilan, pelecehan seksual, hingga pada kasus kekerasan yang berujung pada kematian. Adanya diskriminasi tentunya merupakan sebuah akibat dari ketidaktahuan masyarakat mengenai difabel serta hak-hak mereka yang seharusnya kita perhatikan. Untuk itu perlu adanya suatu sistem yang membuat para difabel dan masyarakat umum dapat saling memahami serta menghargai hak-hak kedua belah pihak, suatu sistem yang dapat mengajari untuk saling menyesuaikan diri dan menerima satu sama lain dengan tanpa adanya jurang pemisah.

Pendidikan inklusi adalah salah satu cara untuk mengurangi perbedaan antara kaum difabel dengan masyarakat umum. Inklusi juga menjadi langkah awal guna menghapuskan adanya diskriminasi pada kaum difabel. Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994/1995) mendefinisikan, inklusi merupakan suatu sistem layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Dari pendapat Sapon-Shevin di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusif mengedepankan kebutuhan siswa, yakni kurikulum, metode pengajaran serta kemampuan guru pembimbing yang disesuaikan dengan siswa berkebutuhan.

www.banyuwangikab.go.id

Pengembangan pendidikan inklusi, kini telah berhasil diwujudkan oleh kabupaten Banyuwangi, provinsi Jawa Timur. Di kabupaten ini, para orang tua yang memiliki anak difabel tidak lagi bingung mencari sekolah yang mau menerima anak mereka. Karena, saat ini sebanyak 122 sekolah di Banyuwangi telah menjadi lembaga pendidikan inklusif. Terdiri dari 29 sekolah PAUD, 44 SD/MI, 26 SMP/MTs, 23 SMA/MA. Sekolah-sekolah tersebut juga dilengkapi dengan guru pembimbing khusus dan sarana prasarana yang aksesibel bagi ABK. Selain lembaga pendidikan yang inklusif bagi difabel, kabupaten Banyuwangi juga mencetuskan program “beasiswa Banyuwangi Cerdas”, yang mana program ini secara khusus mengalokasikan anggaran sebesar Rp 300 juta pertahun, sebagai beasiswa bagi difabel yang memenuhi syarat untuk menempuh pendidikan tinggi. Beasiswa ini meliputi biaya pendidikan dan biaya hidup selama menempuh pendidikan.

Pendidikan adalah hak bagi setiap manusia, begitupun juga bagi para penyandang disabilitas. Mereka berhak menerima pendidikan yang sama, mengembangkat bakat serta minat mereka dengan tanpa adanya diskriminasi dari lingkungan sosial. Jika adanya diskriminasi merupakan akibat dari ketidaktahuan masyarakat mengenai disabilitas, maka pendidikan inklusi menjadi solusi ampuh untuk memberantas diskriminasi terhadap difabel. Adanya pendidikan inklusi akan membuat para difabel dan masyarakat umum dapat saling memahami dan menghargai hak-hak keduanya. Pendidikan inklusi akan membuat difabel terbiasa besosialisasi dengan masyarakat umum, sehingga mereka tidak lagi menjadi sosok yang terasingkan di dalam masyarakat. Selain itu, semangat membangun kota yang inklusif dan bebas diskriminasi yang tercermin dari kabupaten Banyuwangi seharusnya juga dicontoh oleh seluruh pemegang kebijakan di negeri ini. Karena bagaimanapun juga pemimpin adalah contoh bagi masyarakatnya. Dapat dibayangkan betapa hebatnya negeri ini di masa depan, apabila pemimpinya mengedepankan pendidikan bagi masyarakatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, Endis. 24 Januari 2010. Pendidikan Inklusif dan Implementasinya di Indonesia. Jurnal Ilmiah Universitas Indonesia.

Humas Kab. Banyuwangi. 21 Februari 2016. Punya Program Beasiswa Rp 300 Juta, Bupati Anas Silaturahim Dengan Anak Penyandang Disabilitas. http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/punya-program-beasiswa-rp-300-juta-bupati-anas-silaturahim-dengan-anak-penyandang-disabilitas.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2016.

Humas Kab. Banyuwangi. 27 Agustus 2014. Kabupaten Banyuwangi Jadi Kabupaten Inklusi. http://banyuwangikab.go.id/berita-daerah/kabupaten-banyuwangi-jadi-kabupaten-inklusi.html. Diakses pada tanggal 26 Maret 2016.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Situasi Penyandang Disabilitas. Buletin Semester II, 2014. ISSN 2088 – 207X

Nursiyono, Joko Ade. 11 Oktober 2014. Bonus Demografi, Prestasi Emas BKKBN.  http://www.kompasiana.com/jokoade/bonus-demografi-prestasi-emas-bkkbn_54f422c5745513972b6c879b. Diakses pada tanggal 26 Maret 2016

Purwanto, Heri. Tanpa Tahun. Hakikat Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Unit 1-6. Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Right Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
UNICEF. 2013. Keadaan Anak di Dunia – Anak Penyandang Disabilitas. Jurnal Ilmiah UNICEF PBB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar