Jumat, 19 Agustus 2016

Filsafat Dalam Paradigma Ilmu Pengetahuan

Filsafat Dalam Paradigma Ilmu Pengetahuan


www.proctorgallagherinstitute.com


BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Filsafat telah ada di dunia selama ribuan tahun. Sejak manusia berpikir, maka filsafat ada. Namun istilah filsafat memang baru ditemukan setelah berabad-abad peradaban manusia berlangsung di muka bumi. Maka ketika istilah filsafat sudah ditemukan, seiring dengan hasil-hasil pemikiran yang dikemukakan oleh manusia, kemudian lahirlah cabang-cabang dari filsafat itu.
Berjalannya waktu, hingga saat ini telah banyak ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang. Sangat banyak ilmu pengetahuan hingga mungkin tidak bisa disebutkan satu per satu dan tidak bisa berhenti karena seiring dengan kemajuan pola pikir manusia dan hasrat mereka dalam dunia pendidikan, maka ilmu pengetahuan bisa jadi makin bertambah banyak.
Dunia pendidikan sudah sejak dahulu dipandang sebagai wahana yang harus dimasuki oleh umat manusia. Baik secara formal maupun non-formal, manusia diharuskan memiliki pengetahuan melalui sarana pendidikan. Sarana pendidikan juga dianggap sebagai faktor seseorang mendapatkan kedudukan tertentu dalam stratifikasi sosial di masyarakat. Bahkan dalam agama islam, umat islam diwajibkan untuk menuntut ilmu sepanjang hayatnya.

Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah yang akan kami bahas, yaitu:

  • Apa pengertian paradigma?
  • Apa pengertian filsafat ilmu pengetahuan?
Tujuan
Berdasarkan masalah yang kami rumuskan pada bagian rumusan masalah di atas, maka dengan makalah ini kami bertujuan untuk:
  • Mengetahui apa pengertian paradigma.
  • Mengetahui apa pengertian filsafat ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Paradigma
Dalam bahasa Inggris, paradigma disebut dengan paradigm. Sedangkan dalam bahasa Prancis disebut paradigme. Istilah tersebut merupakan serapan dari bahasa Latin, yaitu ‘para’ dan ‘deigma’. Secara etimologis, para berarti di samping, di sebelah. Sedangkan deigma berarti memperlihatkan, yang berarti, model, contoh. Namun dalam bentuk kata kerja, mempunyai arti menunjukkan sesuatu. Dalam Kamus Filsafat, paradigma diartikan sebagai cara memandang sesuatu; dalam ilmu pengetahuan artinya menjadi model; totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret. Dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu; dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian paradigma adalah 1) Ling daftar semua bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklanasi kata tersebut, 2) Model dalam teori ilmu pengetahuan, 3) Kerangka berpikir atau kerangka acuan. Dalam buku Filsafat Ilmu, Jujun S. Sumantri menyatakan bahwa paradigma adalah cara pandang terhadap dunia yang menjadi acuan dari revolusi ilmah dan mempunyai cara kerja terhadap revolusi ilmah itu sendiri. Secara umum, pengertian paradigma adalah seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Guba yang dikutip oleh Muhammad Adib (Filsafat Ilmu, 2010), paradigma dalam ilmu pengetahuan mempunyai definisi bahwa seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan manusia dalam keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. Jadi menurut pemakalah paradigma adalah suatu rangkaian berpikir yang menjadi acuan dan kepercayaan yang mendasar yang menuntun seseorang dalam bertindak.

2.      Filsafat dalam Paradigma Ilmu Pengetahuan
  • Tahap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Cara perkembangan ilmu pengetahuan menurut Thomas Samuel Kuhn, dapat diringkas menjadi skema yang open-ended. Artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut.

       Tahap Pra Paradigma dan Pra Science

Yudi (2010) mengatakan bahwa pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakukan secara terpisah dan tidak terorganisir sebab tidak ada persetujuan tentang subject matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuwan tentang suatu teori (fenomena). Dari sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan mereka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu dan di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-sendiri (Merymaswarita, 2009). Sehingga sejumlah teori boleh banyak digunakan pada pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri, hal semacam ini berlangsung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh semua aliran yang dianut ilmuwan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan (Yudi, 2010).
Contoh pada fase ini adalah adanya persaingan dari ilmuwan untuk mempertahankan teorinya masing-masing dan mendukung teori yang lain. Seperti teori epicurus, teori aristoteles, atau teori plato. Satu kelompok menggangap cahaya berasal dari satu partikel-partikel yang keluar dari benda yang berwujud, bagi ilmuwan yang lain mengatakan cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang diantara benda itu denganmata, yang ahli lain lagi menerangkan bahwa cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Karena dari masing-masing ilmuwan tidak ada kesepakatan tentang konsep cahaya itu sendiri maka, paradigma tentang cahaya tidak bisa disepakati oleh komunitas ilmiah, selama belum adanya kesepakatan maka tidak akan terjadi normal sains (Kuhn, 1989).

       Tahap Paradigma Normal Science

Aktivitas yang terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal yang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri asumsi-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapannya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan seperti inilah yang dikatakan dalam tahapan paradigma normal sains (Chalmers, 1983).
Para ilmuwan akan menjelaskan dan mengembangkan paradigma dalam usaha mempertanggung-jawabkan dan menjabarkan perilaku beberapa aspek yang relevan dengan dunia nyata ini, sebagaimana diungkapkan lewat hasil-hasil eksperimen. Physica karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electricity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapaian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga dapat menghindarkan kelompok penganut yang kekal dari mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmia (Kuhn, 1989).
Ilmuwan yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaidah-kaidah dan standar-standar praktek ilmiah yang sama. Contoh konsep yang disepakati pada tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18 paradigma disajikan tentang Optik karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut(Kuhn, 1989).
Dari penjelasan di atas bisa dikatakan pada tahap ini tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuwan, sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Hal ini menjadi ciri yang membedakan antara normal science dan pra science (Chalmers, 1983).
Menurut muslih (2004), normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisasi untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan mengembangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hokum Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya.
Dalam tahap normal science ini terdapat tiga fokus bagi penelitian sains faktual, yaitu:
1. Menentukan fakta yang penting.
2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapkan dan menyusun masalah-masalah yang harus dipecahkan; (seringkali paradigma itu secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut).
3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja (Yudi, 2010)
        
       Paradigma Anomali
Sains yang normal, yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar-benar berhasil dalam tujuannya, perluasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang normal tidak ditujukan kepada kebaruan-kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal-hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma harus merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma (Kuhn, 1989).
Jika ilmuwan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigm (Chalmer, 1983).
Jadi bisa disimpulkan bahwa apabila dalam pemecahan teka-teki dan masalah science normal jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah anomali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul secara terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatangkan suatu krisis.

www.workingjournalistpress.com


       Krisis Revolusi
Sasaran normal science adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang konseptual, yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya akan muncul gejala-gejala baru yang belum terjawab oleh teori yang ada. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan anomali antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, serta anomali-anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada perubahan paradigma (revolusi) (Kuhn, 1989).
Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains (Aribah M, 2010)
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang ber-tentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas hambatan (Yudi, 2010).
Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru dan ini menimbulkan masalah sendiri. Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan dampak logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud dengan baik ( Syamsir, 2008).

Ilmu normal
Jika anomali yang ada dalam proses perkembangan suatu ilmu telah bisa dipecahkan oleh ilmuwan dalam komunitas ilmiah, dalam arti suatu komunitas ilmiah telah bisa mengatasi dan menyelesaikan krisisnya dan menyusun suatu paradigma baru maka terjadilah revolusi sains (Chalmers, 1983).
Sesudah suatu komunitas sains mengalami revolusi dengan perputaran serupa gestalt yang menyertainya, maka kemajuan-kemajuan penyelesaian teka-teki yang ada selama ini bisa diselesaikan, sehingga dicapailah kembali pada tahapan normal sains yang baru yang mempunyai keadaan baru sebab gambaran yang dihasilkan dari teki-teki tersebut juga sudah berubah. Dalam tahapan nomal sains baru ini para komunitas ilmiah menyusun kembali suatu paradigma baru dengan memilih nilai-nilai, norma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara mengamati dan memahami alam ilmiahnya dengan cara baru, sehingga cara pemecahan persoalan model lama ditinggalkan dan menuju cara pemecahan dan pemahaman yang baru (Muslih, 2004).
Yang dimaksud Kuhn “ilmu normal” adalah kegiatan penelitian yang secara teguh berdasarkan satu atau lebih pencapaian ilmiah (scientific achievements) dimasa lalu, yakni pencapaian-pencapaian yang komunitas atau masyarakat ilmiah bidang tertentu pada suatu masa dinyatakan sebagai pemberi landasan untuk praktek selanjutnya. Kuhn mengatakan bahwa ilmu normal memiliki dua ciri esensial :
1. Pencapaian ilmiah itu cukup baru sehingga mampu menarik para pemraktek ilmu dari berbagai cara lain dalam menjalankan kegiatan ilmiah; maksudnya dihadapkan pada berbagai alternatif cara menjalankan kegiatan ilmiah, sebagian besar pemraktek ilmu cenderung memilih untuk mengacu pada pencapaian itu dalam menjalankan kegiatan ilmiah mereka.
2. Pencapaian itu cukup terbuka sehingga masih terdapat berbagai masalah yang memerlukan penyelesaian oleh pemraktek ilmu dengan mengacu pada pencapaian-pencapaian itu (Yudi, 2010).
Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya dua tahap atau periode dalam setiap ilmu, yakni periode pra-paradigmatik dan periode ilmu normal (normal science). Pada periode pra-paradigmatik pengumpulan fakta atau kegiatan penelitian dalam bidang tertentu berlangsung dengan cara yang hampir dapat dikatakan tanpa mengacu pada perencanaan atau kerangka teoritikal yang diterima umum. Pada tahap pra-paradigmatik ini sejumlah aliran pikiran yang saling bersaing, tetapi tidak ada satupun aliran yang memperoleh penerimaan secara umum. Dengan terbentuknya paradigma itu, kegiatan ilmiah dalam sebuah disiplin memasuki periode ilmu normal atau sains normal (normal science).
  • Macam-macam Paradigma Ilmu Pengetahuan
Macam macam paradigma ilmu pengetahuan meliputi:
1.    Paradigma kualitatif
Proses penelitian berdasarkan metodologi yang menyelidiki fenomena sosial untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berfikir induktif.
2.    Paradigma deduksi-induksi
Penelitian deduksi (penelitian dengan pendekatan kuantitatif). Analisis data-kesimpulan. Penelitian induksi (pendekatan kualitatif). Pengumpulan data-observasi-hipotesis-kesimpulan.
3.    Paradigma piramida
Kerangka berfikir/model penyelidikan ilmiah yang tahapannya menyerupai piramida. Terbagi menjadi:
  • Piramida berlapis, yang menunjukkan semakin ke atas berarti tujuan semakin tercapai yaitu ditemukannya teori baru
  • Paramida ganda, yang di buat berdasarkan piramida yang sudah ada
  • Piramida terbalik, piramida yang di buat berdasarkan teori yang sudah ada
4.    Paradigma siklus empiris
Kerangka berfikir atau model penyelidikan ilmiah berupa siklus.
5.    Paradigma rekonstruksi teori.
Model penyelidikan ilmiah yang berusaha merancang kembali teori atau metode yang telah ada dan digunakan dalam penelitian. Agar model rekonstruksi teori dapat diterapkan dengan baik, pemilihan dan penguasaan teori tertentu yang dianggap relevan dengan penelitian sangat menunjang keberhasilan teorinya.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada pembahasan, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Karena adanya rasa ingin tahu pada diri manusia, maka manusia berusaha mencari tahu dan akhirnya mendapatkan pengetahuan. Selanjutnya, bidang-bidang ilmu pengetahuan terbagi menjadi beberapa aliran yang berbeda seperti pada saat sekarang ini.
Menurut Kuhn, Ilmu pengetahuan berkembang dari masa ke masa dengan skema atau tahapan-tahapan yang open-ended. Yaitu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Selain itu ada bermacam-macam paradigma dalam ilmu pengetahuan yang terbagi menjadi lima macam. Dengan demikian, filsafat yang mendasari adanya paradigma bagi ilmu pengetahuan nampaknya tak bisa diabaikan begitu saja mengingat pada masa sekarang ini berbagai ilmu pengetahuan sudah berkembang dan akan tetap berkembang karena diawali oleh filsafat ilmu itu sendiri.

 
 DAFTAR PUSTAKA

Andriansah. 2012. Filsafat Ilmu Paradigma Kuhn. http://kelasandriansah. wordpress.com/2012/11/27/filsafat-ilmu-paradigma-kuhn/ 5 Desember 2013.
Engladiomenhas, Hardi. 2011. Thomas S. Kuhn: Paradigma dan Revolusi Ilmu      Pengetahuan. http://www.scribd.com/doc/60432683/Makalah-Filsafat-Ilmu 4 April 2012.
Faruq, Ahmad. M. Fil.I. 2009. Filsafat Umum. Ponorogo: STAIN Po Press
Iqbal, Muhammad. 2012. Tugas Makalah Pengantar Filsafat Ilmu. http://akuibe.blogspot.com/2012/06/tugas-makalah-pengantar-filsafat-ilmu.html 5 Desember 2013.
Muslih, M. 2004. Filsafat Ilmu Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar.
Suhartono. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Suriasumantri, S. Jujun. 1996. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir,A. 1990. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty
Ulum, Miftahul, Dr, M.Ag, dkk. 2010. Pengantar Filsafat Pendidikan. Ponorogo: STAIN Po Press.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar