Senin, 22 Agustus 2016

Asal-Usul Identitas Bangsa Jepang dan Ideologi Monoetnis

Asal-Usul Identitas Bangsa Jepang 
dan Ideologi Monoetnis


www.exodustravels.com


Integrasi Nasional dan Identitas Nasional

Menurut wacana kontemporer Jepang, Jepang mencapai "satu bangsa, satu orang". Identitas nasionalisme terutama di kalangan negara berkembang adalah kesetaraan politik "satu bangsa, etnis/orang" (Plessner,1959). Ernest Gellner (1983:1) mengatakan bahwa nasionalisme merupakan teori legitimasi politik yang mensyaratkan bahwa batas etnis seharusnya tidak memotong politik dalam keadaan tertentu.

Menurut Hobsbawm (1990) Alhoun (1997), ideologi dan identitas nasional menjadi kekuatan besar di negara modern. Negara pramodern tidak mempunyai infrastruktur yang khusus untuk menanamkan identitas nasional, karena hal tersebut dapat teratasi dengan perkembangan sistem nasional pada pendidikan, transportasi, komunikasi, dan sebagainya. Tetapi ideologi "satu bangsa, satu negara " tidak ada di era pramodern. Negara modern dan nasionalis menegaskan beberapa bentuk kesetaraan antar warga negara yang hirarki statusnya tidak lagi menjadi fundamental.

Perpecahan Jepang era Pramodern

Menurut Hanihara (1996:199-209), leluhur yang hidup di kepulauan Jepang datang dari seluruh daratan tetangga. Jika Hokkaido dan Okinawa sebagai bagian dari Jepang dimasukkan, maka campuran etnis semakin heterogen (Rearson 1996:102-107)

Masuknya orang dari luar Jepang seperti Korea, Cina, Manchu, Mongolia, dll membuat Jepang tidak bisa disebut negara homogen. Di dalam peninggalan karya sastra Jepang, Kojiki dan Nihon Shoki, membuktikan adanya banyak jenis negara/ orang Emishi, Ezo, Ebisu, Kumasodan Hayako yang ada di Honshuu dan Kyuushuu.

Penyebutan awal dari Jepang (Nihon) terjadi pada abad ke 7 (Nishijima 1994 : 201-203) ketika Ritsuryo (kode hukum) negara muncul dengan munculnya pertama etnis jepang sebagai awal dari Jepang (Kitou 1975:115-119; Yasumoto 1991:23). Namun secara geografis dibatasi oleh Daerah Kinai yang kini disebut Kantou/Toohooku, sebagai wilayah asing (Amino 1991:202). Selain itu juga diperkenalkannya produksi baja dan alat-alat pertanian baru serta penyebaran agama tidak dapat dilepaskan dari peran imigran yang datang dari dari semenanjung Korea.

Historiografi Nasional telah berusaha untuk menceritakan pertumbuhan bertahap dan tidak terputus dari Jepang, dan orang-orang yang berpengalaman didalamnya mengenai unsur-unsur dari narasi dalam tembikar periode Joumon, negara Ritsryoo, periode sastra Heian, atau orang-orang dari Kyoto selama abad pertengahan. Bagaimanapun juga, peninjauan yang telah dilakukan memungkinkan kita untuk mengenali unsur-unsur proto Jepang, mengabaikan diskontinuitas dan perbedaan, serta mendistorsi secara sistematis pemahaman kita tentang periode ini. Beberapa menganggap adalah hal yang sepele bahwa masa lalu menyebabkan hadirnya jurang besar diantara keduanya. Pertimbangan dalam hal ini merujuk pada perpecahan dari kepulauan Jepang di abad kelima belas. Meskipun berperangnya Daimyou (tuan) menggunakan istilah modern untuk Negara atau bangsa (kokka), hal tersebut disebut sebenarnya merujuk pada daerah lokal mereka (Katsumata 1994:28-33 : cf. Kamada 1988:27-28).

Perbedaan status, apalagi sangat dibatasi solidaritas sosial. Ada banyak subdivisi di antara kaum tani (Nagahara 1990: 306-310). Status dirisialkan dan diekspresikan secara fisik. Gaya dan warna pakaian orang mudah dipisahkan; petani memakai kuning, sedangkan penderita kusta harus berpakaian coklat kekuningan (Amino 1993: 13-36). Gaya rambut dan topi adalah penanda penting, orang bahkan mengenakan topi (Eboshi) saat tidur; untuk memotong rambut tanpa persetujuan individu adalah kejahatan besar (Takahashi 1984: 323-324). Representasi visual dari kelompok status yang berbeda sebagai tanda tersebut melalui penggunaan pigmentasi kulit yang berbeda; sosok pucat dari bangsawan kontras dengan tubuh gelap yang diidentikkan dengan warna pengemis (Sakurai 1981: 35-37).

Era Tokugawa (1603 – 1868)

Selama pemerintahan Tokugawa, pengamanan dalam negeri, penyebaran antar perdagangan, kemekaran budaya urban, dan pembatasan kontak asing memberikan kontribusi terhadap integrasi nasional (SATA 1993: 212-220). Pemerintahan militer Tokugawa membuat beberapa upaya untuk menyelaraskan etnis dengan negara (Howell 1994: 74). Selain itu, Marius Jansen (1992: 86) berpendapat, "Pada periode Tokugawa, Jepang pertama kali menyadari diri mereka sebagai sebuah kesatuan nasional."

Mengingat tidak adanya pendidikan massa dan media massa, petani dan sebagian besar penduduk tidak mengidentifikasi diri mereka di luar desa mereka atau domain (han). Daripada bangsa, han adalah unit istimewa dalam keberadaan rakyat. Kebijakan Tokugawa ‘membagi dan menaklukkan‘ ditekankan pada identitas han (Maruyama 1996: 235-237). Perluasan nasionalisme yang dicanangkan, itu prinsipnya hanya nasionalisme han yang dikembangkan.

Meskipun para samurai dan petani kaya merupakan basis sosial nasionalisme di akhir abad kesembilan belas (Mitani 1997: 345-346), nasionalisme Jepang dan identitas nasional tetap belum lengkap hingga Restorasi Meiji.

www.pinterest.com

Pembuatan Negara modern

Dalam upaya untuk mengintegrasikan bangsa, negara Meiji menghadapi kendala yang signifikan. Identitas han tetap kuat di kalangan elite terpelajar, dan sebagian besar penduduk memiliki sedikit kepercayaan dari program pembentukan pemerintahan nasional yang lebih besar.

Masuknya Burakumin, Okinawa, dan Korea di pasar tenaga kerja perkotaan sekunder meningkatkan perbedaan antara Jepang dan identitas non-Jepang di awal abad kedua puluh. Meskipun kemajuan yang cukup besar dapat terligat, namun Integrasi nasional dan identitas nasional terbatas pada 1945. Mayoritas masyarakat Jepang adalah petani yang tinggal di desa-desa (Fukutake 1981: 32-38) serta pembagian desa-kota dan perbedaan regional tetap menonjol (Miyamoto 1984a: 306, 1984b :187-196). Konsep dominan identitas nasional Jepang pada awal abad kedua puluh adalah multietnis, bukan monoetnis.

Nasionalisme dan Imperialisme

Awal abad kedua puluh, pemerintahan Jepang telah sering dijelaskan sebagai fasis atau ultranasionalis (Eguci 1993:364;. cf Gordon  1991:333-339). Mobilisasi massa dari tahun 1930-an dan wacana ultranasionalis di tahun 1940-an memuliakan kultur kaisar dan rasa nasionalis (Kokutai) .

Selama pemerintahan Jepang, semua warga Korea, serta Taiwan, adalah warga negara Jepang (Teikoku shinmin), dengan jaminan kesetaraan hukum (Got 1992:151-153). Korea adalah Tenno Sekishi (bayi kaisar) atau koku shinmin (subyek imperial) (Miyata 1994:152-153). Daripada menyebut mereka sebagai orang Korea, istilah yang lebih disukai adalah hanto no hito (orang-orang dari semenanjung). Menyebutkan mereka dengan kata koloni sangat jarang  terjadi dalam mengacu kepada Korea.

Nasionalis Korea membenci tindakan Jepang, dan kebanyakan orang Jepang dianggap Korea akan kalah, tetapi penjajahan Jepang berusaha untuk menghomogenkan Korea dan Jepang, termasuk promosi perkawinan antaretnis antara Korea dan Jepang (Suzuki Y. 1992:75-87).

Dominasi pandangan dunia multietnis juga dapat diperoleh di tulisan sebelum perang. Matsubara Hiroshi (1936:130) mengamati bahwa orang Jepang adalah ras campuran. Meskipun demikian, ide heterogenitas etnorasial dari orang-orang Jepang itu diterima secara luas di awal abad kedua puluh.

Dasar Ideologi monoetnis

Dominasi dari ultranasionalisme runtuh setelah tahun 1945. Kaisar tidak lagi dewa penguasa tapi simbol manusia dari bangsa. Sebuah bangsa militeris digantikan oleh pasifis (orang yang cinta damai). Para tuan tanah besar dan kapitalis besar yang mendominasi ekonomi Jepang sebelum perang hampir lenyap (Tsuru 1993:18-22).

Setelah kehilangan pandangan dunia sebelum perang dan setelah mengalami Westernisasi secara cepat, sebagian besar orang Jepang bingung apa sebenarnya teori Kejepangan. Berdasarkan novel yang ditulis oleh Ishihara Shintara pada tahun 1968 menyebutkan bahwa tidak ada negara seperti Jepang, dimana orang-orangnya monoetnis, yang berbicara dengan bahasa yang sama tidak seperti negara lainnya, dan memiliki budaya yang unik.

Kemudian muncullah teori Kejepangan, dimana monoetnis merupakan ciri penting dalam Kejepangan, dimana seperti yang dipaparkan oleh Ishida Takeshi (1973:172) yang menulis bahwa "Jepang didefinisikan dimana semua orangnya memiliki warna rambut dan mata yang sama, berbicara bahasa yang sama, dan hidup dengan cara yang sama."

Berdasarkan survei tahun 1980-an, berkebalikan dengan lebih dari 70 persen orang Amerika dan Korea Selatan dengan rela mengorbankan kepentingan pribadi untuk kebaikan negara, hanya 16 persen dari orang Jepang yang mau melakukannya (Nishihira 1987:98).

Kenangan Multi Etnis

Pada awal pertengahan 1950-an, kehadiran generasi pascaperang (Sengo Sedai) menjadi kehadiran intelektual dan budaya dominan (Hidaka 1960:363-370). Pada pertengahan 1960-an, sebagian besar warga Tokyo dan Osaka yang kehilangan setiap memori Perang Dunia II (Takeuchi 1982:153).

Selain itu, sentralitas Tokyo dalam imajinasi nasional amatlah penting. Sederhananya, Tokyo telah berdiri untuk seluruh Jepang (Isoda 1978:118-126). Anggapan Tokyo-sentris sangat penting dalam mempertahankan mitos monoetnis.

Kehadiran tak terhindarkan dari Amerika Serikat pun tidak boleh diabaikan. Banyak pendapat tentang perbedaan atau keunikan Jepang muncul dari membandingkan Jepang ke Amerika Serikat. Untuk Jepang, Amerika Serikat tidak hanya negara imperialis tetapi juga negara dengan masalah diskriminasi rasial yang serius (Oguma 1995:356). Jepang, sebaliknya, adalah sebuah negara kecil, non imperialistik, dan karena itu tidak ada multietnis. Tidak seperti Eropa, yang cenderung sensitif terhadap perbedaan etnonasional, Amerika melihat Jepang melalui prisma ras hitam-putih, di mana perbedaan etnis di kalangan orang Amerika Eropa yang dikompresi ke dalam kategori tunggal keputihan. Dari sudut pandang ini, Jepang terkesan sebagian besar pengamat Amerika sebagai sangat homogen.

Apa yang memungkinkan begitu banyak orang Jepang percaya bahwa mereka telah tinggal dan terus untuk hidup dalam masyarakat monoetnis adalah benar-benar ada kelompok minoritas. Suku Ainu, sebagaimana telah kita lihat, tidak hanya sedikit jumlahnya tapi budaya mereka hancur oleh abad Japanization. Okinawa, di pinggiran selatan, diduduki oleh Amerika Serikat sampai tahun 1972. Kesunyian dua kelompok ini, oleh karena itu, tidak sulit untuk menjelaskan. Mengingat jarak geografis dan isolasi, mereka hanya goresan di benak kebanyakan orang Jepang. Tapi bagaimana dengan dua kelompok besar? Korea, Jepang, dan, Burakumin; Mengapa tidak mereka lihat dan dengar?

Pertama, kedua kelompok diisolasi secara sosial. Pada periode pasca perang banyak Burakumin dan Jepang Korea tetap terpisah . Selain itu, diskriminasi kerja meminimalkan peluang bagi Burakumin dan Korea untuk bekerja bersama Jepang. Oleh karena itu, sebagian besar orang Jepang, khususnya di Tokyo, tidak mungkin untuk menghadapi kelompok besar Burakumin atau Korea Jepang.
             
            Kedua, ideologi monoetnis dibenarkan oleh pemerintah dan masyarakat. Pemerintah tidak mengakui lingkungan Burakumin di Tokyo, misalnya (Yagi 1984:175) meskipun kehadiran mereka signifikan (lih. Honda 1990).

Ketiga, asimilasi, atau Japanization, menggantikan mobilisasi etnis. Mengingat fakta diskriminasi, individu Burakumin dan Korea Jepang berusaha untuk melebur ke dalam masyarakat utama.

Kesimpulan
           
           Mitos menegenai kemonoetnisan Jepang merupakan konstruksi fundamental pasca perang dunia II. Penulisan sejarah dan imajinasi kaum nasionalis ‘memaksakan ‘ suatu pandangan bahwa Jepang telah bersifat monoetnis dari awal sampai sekarang. Pada mitos kontemporer tersebut, hanya pekerja imigran yang berasal dari Asia pada akhir tahun 1980 lah yang disebut-sebut merupakan ancaman serius yang pertama terhadap multietnitas pada sejarah Jepang. Kenyataannya adalah bahwa negara Jepamg selalu multietnis.

Sumber : Lie, John. 2001. Multiethnic Japan. London: Harvard University Press

Minggu, 21 Agustus 2016

Bushu (部首), Kakusuu (画数), Hitsujun (筆順), Rikusho (六書), Onyomi (音読み), dan Kunyomi (訓読み)

Bushu (部首), Kakusuu (画数), Hitsujun (筆順), 
Rikusho (六書), Onyomi (音読み), dan Kunyomi (訓読み)

Bushu (部首) adalah istilah atau bagian yang terpenting yang menunjukkan sehubungan dengan apa arti huruf tersebut yang dapat dijadikan suatu dasar untuk pengklasifikasian huruf kanji. Jika diklasifikasikan keseluruhan bushu tersebut dibagi menjadi 7 jenis, yaitu: hen (へん), tsukuri (つくり), kanmuri (かんむり), ashi (あし), kamae (かまえ), tare (たれ), dan nyou (にょう).
  • Hen (へん) merupakan bushu bagian sebelah kiri huruf tersebut. Contohnya:
イ(にんべん)                    :何 休 体 作 働 
日(ひへん)                        :明 晩 暗 時 曜
彳(ぎょうにんべん)        :行 後 待 彼 役
言(ごんべん)                    :話 読 語 計 議
扌(てへん)                        :持 投 打 折 指
氵(さんすい)                    :海 油 泳 酒 渡 
  • Tsukuri (つくり) merupakan bushu bagian sebelah kanan huruf tersebut. Contohnya:
斤(きん/おのづくり)                :新 近 折 断 所
欠(あくび/かける)                    :歌 飲 欣  
攵(ぼくづくり/ぼくにょう)    :教 政 数  
殳(ほこつくり)                                
(さんづくり)                               
  • Kanmuri (かんむり) merupakan bushu kanji bagian sebelah atas huruf tersebut. Contohnya:
艹(くさかんむり)                                    :薬 茶 荷 花 英
宀(うかんむり)                                        :字 安 家 宅 室 
冖(わかんむり)                                                               
(あめかんむり)                                    :雪 電 雲 雷 霄
亠(なべぶた/けいさんかんむり        :夜 高 文 主 京 
  • Ashi (あし) merupakan bushu kanji bagian sebelah bawah huruf tersebut. Contohnya:
儿(ひとあし)                    :先 見 売 兄 兀
力(ちから)                        :男 劣 努 劽 勥
ロ(くち)                            :古 台 吉 吂 呇
女(おんな)                        :委 妻 姿 姴 娄
心(こころ)                        :忍 忘 念 急 思
  • Kamae (かまえ) merupakan bushu kanji bagian luar huruf tersebut, biasanya mengelilingi huruf tersebut. Contohnya:
冂(えんがまえ/けいがまえ)    :円 肉 内 冋 冃
門(もんがまえ)                            :間 門 問 聞 開 
囗(くにがまえ)                            :回 国 困 四 因
勹(つつみがまえ)                        :勺 匀 勾 勿 匁
匚(はこがまえ)                            :匜 匛 区 匡 匠
  • Tare (たれ), merupakan bushu kanji yang ditarik dari kanan atas membelok ke kiri bawah. Contohnya:
广(まだれ)                        :広 店 度 庁 庀
疒(やまいだれ)                :痛 疲 病 疓 疔
戸(とだれ)                        :戹 戻 戽 扃 扂
厂(がんだれ)                    :厃 厄 厈 厇 厎
尸(かばね/しかばね)    :屋 尻 尽 局 屁 
  • Nyou (にょう), merupakan bushu kanji yang membelok dari bagian kiri tas ke kanan bawah. Contohnya:
辶(しにょう)                                :週 遠 速 通 遅 
廴(えんにょう/いんにょう)    :廷 延 廸 廻 建

Kakusuu (画数) adalah jumlah garis atau coretan yang membentuk huruf kanji, garis-garis atau coretan-coretan yang membentuk huruf kanji ini terdiri dari beberapa hitungan. Contohnya:

= kanji ini memiliki 7 coretan (7画数)
= kanji ini memiliki 12 coretan (12画数)
= kanji ini memiliki 7 coretan (7画数)
= kanji ini memiliki 5 coretan (5画数)
= kanji ini memiliki 11 coretan (11画数)

Hitsujun (筆順) adalah urutan penulisan garis-garis atau coretan dalam penulisan kanji. Contohnya:




Rikusho (六書) adalah bahasan tentang asal-usul sebuah kanji dilihat dari segi pembentukan serta pemakaiannya. Contohnya:






Onyomi (音読み) adalah pembacaan kanji dengan cara meniru pengucapannya dalam bahasa China jaman dulu. Di dalam kamus kanji, Onyomi ditulis dengan huruf katakana. Sedangkan, Kunyomi (訓読み) adalah pembacaan kanji dengan cara menetapkan bahasa Jepang sebagai cara membaca kanji. Di dalam kamus kanji, Kunyomi ditulis dengan huruf hiragana. Contohnya:

目=ま、めモクボク yang berarti Mata
耳=みみ yang berarti Telinga
鼻=はな yang berarti Hidung
口=くちコウ、ク yang berarti Mulut
皮=かわヒ yang berarti Kulit